Rabu, 18 Juli 2012

POHON MIMBA (Azadirachta indica A.Juss)

Walaupun pemerintah telah meluncurkan program PHT (Pengendalian Hama Terpadu) agar masyarakat tidak tergantung kepada pestisida, juga mencabut subsidi dan melarang beberapa jenis pestisida, namun kenyataannya, nilai impor bahan pestisida yang pada tahun 1990an mencapai sekitar 200 milyaran rupiah (Kasryno, 1994) ternyata pada tahun 2000-an melampui angka 300 milyaran rupiah (Anon, 2000), bukannya menurun, malahan naik tajam.
Hal ini menunjukkan bahwa kita masih tergantung kepada pestisida kimia sintetis, khususnya impor dan kebiasan masyarakat kita masih kuat dan sulit dirubah untuk bergantung kepada pestisida, atau memang kebijakan pemerintah kita yang masih mendukung penggunaan pestisida kimia sintetis dengan cara meloloskan beberapa jenis pestisida untuk beredar di Indonesia dan sebaliknya belum atau kurang mendukung berkembangnya pestisida hayati di Indonesia. Salah satu jenis pestisida hayati yang sudah
banyak dikenal masyarakat dunia adalah yang berasal dari pohon mimba (Azadirachta indica A. Juss) (Gagoup and Hayes, 1984; Ermel, 1995). Selain dikenal sebagai pestisida dan juga bahan pupuk, bangunan serta penghijauan, belakangan ini dikenal juga sebagai bahan obat dan kosmetik sehingga disebut sebagai tanaman multi-fungsi (Grainge and Ahmed, 1987).
Mimba merupakan tanaman yang memenuhi persyaratan untuk dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut menurut Ahmed (1995) antara lain
(a) merupakan tanaman tahunan,
(b) tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan,
(c) mudah dibudidayakan,
(d) tidak menjadi gulma atau inang bagi organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
(e) mempunyai nilai tambah
(f) mudah diproses, sesuai dengan kemampuan petani.
KANDUNGAN BAHAN AKTIF
Seperti telah kita ketahui, bahwa tanaman merupakan gudang bahan kimia yang kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Di dalam tanaman mungkin terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis bahan kimia, sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau manfaat setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dikenal suatu kelompok bahan aktif yang disebut “Produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic products), dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolismenya kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal berperan dalam hal berinteraksi atau berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya (Kardinan, 2002).
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin (Ruskin, 1993). Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui (Rembold, 1989). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Senrayan, 1997).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu, 1988).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji, 1999). Mimbapun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi lisan Prof. K. Untung).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia (Kardinan dan Taryono, 2003).
Selain mengandung bahan-bahan tersebut di atas, di dalam tanaman mimba masih terdapat berpuluh, bahkan beratus jenis bahan aktif yang merupakan produksi metabolit sekunder yang belum teridentifikasi dan belum diketahui manfaatnya. Oleh karena itu,penelitian mengenai penggalian potensi mimba masih banyak diperlukan.
MANFAAT DAN BERBAGAI PRODUK DARI MIMBA
Mimba sebagai obat tradisional
Sangat banyak berita-berita yang menginformasikan khasiat mimba dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan saat ini daun mimba sudah dijual dalam berbagai macam kemasan, mulai dari kapsul, tepung daun, daun kering ataupun teh mimba instant. Dalam kemasan tersebut disebutkan bahwa daun mimba mampu menanggulangi penyakit tumor, kanker, diabetes, kolesterol, asma, darah tinggi, asam urat dan lainnya. Diberitakan oleh Karjono dalam majalah Trubus (1998) mengenai suatu kasus seorang pasien yang sudah divonis dokter bahwa yang bersangkutan tidak bisa tertolong, namun berkat meminum 7 (tujuh) lembar daun mimba, berangsur-angsur si pasien sembuh, sampai akhirnya sembuh total dan sampai saat ini masih segar bugar dan meneruskan meminum teh mimba.pohon-mente1
Sampai saat ini masih terjadi kontroversi mengenai digunakannya daun mimba sebagai obat tradisional. Disatu pihak bersikeras bahwa mimba adalah racun yang apabila digunakan sebagai obat akan sangat membahayakan si pasien. Dilain pihak bersikeras pula bahwa mimba dapat digunakan sebagi obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit, karena telah digunakan sejak jaman dahulu dan sudah banyak bukti akan khasiat mimba dalam menanggulangi berbagai macam penyakit, hanya proses pembuatan dan dosisnya yang harus diperhatikan secara tepat dan benar. Suatu contoh bahwa untuk digunakan sebagai obat, hanya 7 (tujuh) lembar daun mimba atau setara dengan ¼ sendok teh tepung daun mimba yang perlu digodok dalam 2 (dua) dua gelas air, sehingga menjadi 1 (satu) gelas air atau langsung diseduh air panas dalam satu gelas dan diminum selagi hangat, jangan sampai dibiarkan/diendapkan sampai keesokan harinya, karena akan berubah menjadi racun. Dalam hal ini banyak kasus pasien keracunan karena si pasien ingin puas dan cepat sembuh, sehingga mengkonsumsi over dosis yang sangat membahayakan si pasien itu sendiri. Selain itu banyak kasus bahwa dengan alasan lupa meminum, akhirnya seduhan tadi mengendap sampai keesokan harinya dan diminum yang akhirnya juga membahayakan si pasien.bunga-mimba
Mimba sebagai pestisida
Sudah sejak lama mimba digunakan sebagai pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan yang luas (Broad spectrum), baik digunakan secara sederhana di negara berkembang, maupun digunakan secara terformula di negara maju, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat sendiri mimba sudah digunakan secara meluas, yang pada awalnya hanya diperuntukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman yang bukan untuk dikonsumsi (non-food crops), namun belakangan ini sudah diperkenankan dipergunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman pangan (food crops), dengan berbagai jenis merk dagang, diantaranya adalah Margosan, Aligin, Turpex, Azatin dan Bio-neem. Negara lainpun di Asia sudah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari mimba, diantaranya India dengan berbagai merk dagang, satu diantaranya yang sudah masuk ke Indonesia adalah “Neemazal”, Singapura yang juga telah memproduksi pestisida nabati mimba dan telah masuk pula ke Indonesia, namun dengan mengaku/mengklaim sebagai pupuk organik cair, yaitu “Bionature”, dan masih banyak merk dagang lain yang telah dibuat oleh Thailand, Myanmar dan Singapura.buah-mimba
buah-dan-biji
Indonesiapun saat ini telah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari mimba,diantaranya oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Balai penelitian Tanaman Serat dan Kapas (Balittas-Malang), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro-Bogor) dan pihak-pihak swasta (PT. Nihon Seima), maupun LSM lainnya.Namun demikian hanya satu yang telah terdaftar dan mendapat ijin dari Komisi Pestisida – Departemen Pertanian. Prosesnya pendaftaran pestisida agak rumit (disamakan dengan pestisida kimia sintetis), yang paling utama adalah “Biaya” yang harus dikeluarkan relatif besar bila diukur dari para pengembang lokal yang umumnya bukan merupakan pengusaha besar dengan skala impor-ekspor. Untuk itu, jika pemerintah mempunyai itikad baik (Political will) untuk membatasi berkembangnya penggunaan pestisida kimia sintetis yang semakin waktu semakin meningkat dengan pencemaran lingkungan dan dampak negatif yang semakin meningkat pula, maka pemerintah harus mendukung berkembangnya penggunaan pestisida nabati, khususnya dari mimba ini, salah satunya dengan memberikan kemudahan perijinan dan keringanan biaya pendaftarannya.
Mimba sebagai bahan pupuk organik
Bungkil atau dedak biji mimba yang telah diambil minyaknya, baik secara di pres, maupun diekstrak dengan heksan, merupakan bahan pupuk organik yang kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Selain bahan nutrisi tanaman, baik unsur makro, maupun mikro, bungkil biji mimba ini juga masih mengandung bahan aktif pestisida nabati, seperti azadirachtin yang akan bermanfaat mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan yang berada di dalam tanah, seperti hama rayap, uret/kuul/lundi, nematoda dan hama lainnya, sehingga penggunaannya sebagai pupuk organik akan bermanfaat ganda, yaitu secara tidak langsung akan bermanfaat sebagai pestisida juga. Keuntungan lain yang diperoleh adalah bahwa azadirachtin bersifat sistemik, yaitu dapat meresap kedalam jaringan tumbuhan, sehingga apabila diaplikasikan sebagai pupuk di tanah, maka apabila terisap oleh tanaman akan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya, seperti daun dan akan berfungsi melindungi tanaman dari gangguan OPT. Pupuk organik dari bungkil biji mimba ini telah diproduksi oleh Balittro, yaitu dengan penambahan pupuk kandang, kompos ataupun guano kedalamnya, sehingga diperoleh pupuk organik plus.
neem-oil-hasil-pengepresanSelain bungkil biji mimba, daunnyapun dapat digunakan sebagai bahan kompos untuk dijadikan pupuk organik yang juga mengandung kandungan bahan aktif pestisida nabati, sehingga dapat berfungsi ganda. Pohon mimba berdaun lebat, sehingga daun mudah diperoleh. Walaupun pohon mimba hanya akan berbiji bila ditanam ditempat yang panas dan kering di dataran rendah, namun mimba akan tetap berdaun walaupun ditanam di dataran tinggi dengan curah hujan yang tinggi.
Mimba sebagai pohon penghijauan dan reboisasi
Pohon mimba termasuk pohon yang mampu beradaptasi di daerah marginal yang panas dan kering, bahkan berbatu. Di Situbondo pohon mimba dapat ditemukan dari mulai pesisir pantai, rawa-rawa sampai di perbukitan berbatu sekalipun, sehingga pohon ini akan sangat cocok digunakan sebagai pohon penghijauan ataupun reboisasi di Indonesia, khususnya di daerah yang panas dan kering di dataran rendah. Walaupun tidak berbiji apabila ditanam di dataran tinggi (di atas 300 m dpl.), namun pohon mimba masih mampu berdaun dengan lebat.
Pohon mimba dengan tinggi yang mampu mencapai 20 m, bersifat mampu meresap CO2 dari udara relatif lebih banyak dibanding pohon-pohon lainnya, juga dengan sendirinya mampu mengeluarkan O2 relatif lebih banyak pula dibandingkan pohon pohon lainnya, sehingga pohon ini dianggap mampu meminimalkan polusi udara dan memberikan kesegaran pada lingkungan. Oleh karena itu pohon ini sangat cocok dijadikan pohon penghijauan di perkotaan khususnya kota-kota besar seperti Jakarta yang memang sudah sangat tinggi dengan polusi udaranya.
Pohon mimba mempunyai perakaran yang kuat dan dalam, sehingga sangat memungkinkan mampu mengangkat unsur hara di dalam tanah dan mengeluarkannya ke permukaan melalui jatuhnya bagianbagian tanaman ke permukaan tanah. Oleh karena itu pohon ini diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah dan akan sangat cocok ditanam di daerah yang kurang subur. Untuk keperluan ini sebaiknya bibit mimba yang digunakan adalah yang berasal dari biji (generatif), bukan yang berasal dari stek batang atau ranting (vegetatif), karena bibit yang berasal dari biji memiliki akar tunggang (dari perbanyakan vegetatif tidak memiliki akar tunggang) dan akan lebih tahan dalam menghadapi terpaan angin ataupun gangguan goyangan lainnya agar tidak tumbang.
Pohon mimba memiliki diameter batang yang cukup besar dan kayunya termasuk kayu kelas satu, sehingga akan sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan bangunan, sedangkan daunnya yang lebat dapat digunakan sebagai pakan ternak yang juga bersifat sebagai obat cacing untuk ternak. Namun demikian, saat ini tidak dianjurkan menebang pohon mimba untuk digunakan kayunya, karena populasinya di Indonesia masih relatif rendah.
Saat ini bibit pohon mimba yang berasal dari biji tersedia di BPT Situbondo dalam jumlah besar, sehingga siap mendukung program reboisasi dan penghijauan di Indonesia.
PROSES PENGOLAHAN MIMBA
Bagian utama dari pohon mimba yang dimanfaatkan adalah daun dan biji. Berikut dijelaskan mengenai prosesing daun dan biji agar dapat dimanfaatkan, baik sebagai obat, pestisida, kosmetik, toilet teries, pupuk dan lainnya.
Biji
Biji mimba mengandung minyak sekitar 40%. Untuk memperoleh minyaknya dapat diperoleh dengan 2 (dua) cara ;
Cara pengepresan, yaitu dengan jalan mengepres biji mimba dengan suatu alat pengepres sehingga yang tersisa adalah bungkilnya yang biasanya masih mengandung minyak. Dengan cara ini minyak yang terambil antara 15-20 %, sehingga kandungan minyak pada bungkil masih tinggi, oleh karena itu banyak orang yang menggunakan bungkil mimba ini sebagai bahan pestisida dengan cara mengekstraknya dengan ethanol atau denan air dengan sedikit penambahan deterjen atau sabun colek, agar antara minyak dan air terjadi emulsi.
Ekstraksi dengan heksan : yaitu dengan cara mengaduk dan maserasi adukan tersebut, sehingga minyak yang terkandung dalam biji mimba tertarik dan bercampur dengan heksan. Selanjutnya heksan tersebut di rotavapor (diuapkan) untuk memisahkan pelarut heksan dengan minyak mimba. Dengan cara ini minyak yang terambil lebih tinggi, yaitu dapat mencapai antara 20 – 25%. Namun demikian, bungkil mimbanya masih mengandung minyak dan masih dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, yaitu dengan cara mengekstraknya dengan ethanol, atau ada juga yang mengekstraknya dengan air yang ditambah sedikit emulsifier, biasanya deterjen atau sabun cair Teepol. Selanjutnya minyak yang diperoleh digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya pembuatan sabun mandi, shampo, pestisida, sabun pencuci tangan, pasta gigi dan lainnya.
Daun
Daun dapat digunakan langsung dalam keadaan segar, ataupun dikeringkan, sehingga di peroleh simplisia kering, namun ada juga yang dibuat tepung, sehingga lebih praktis pengemasannya. Dalam keadaan segar tidak memerlukan perlakuan khusus, hanya perlu dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara dicuci, selanjutnya apabila akan digunakan sebagai obat, cukup menyeduh tujuh lembar daun dalam dua gelas air sampai menjadi satu gelas air. Simplisia kering daun diperoleh dengan cara mengering-anginkan daun sampai daun bisa diremas menjadi serpihan. Bisa juga dilakukan pemanasan dengan
oven yang dilengkapi fan (kipas angin) pada suhu maksimal 400C atau ada juga yang menjemur di bawah sinar matahari di bawah jam 10 pagi (tidak terlalu terik). Tepung daun mimba diperoleh dengan cara menggrinder simplisia kering tadi dengan alat khusus(grinder) atau dapat juga dengan alat penghancur yang ada pada mixer.
KESIMPULAN
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tanaman multimanfaat karena selain dapat tumbuh dengan baik di daerah marginal yang panas dan kering, juga dapat berfungsi sebagai pohon reboisasi dan penghijauan, bahan pestisida nabati yang dapat mengendalikan OPT secara ramah lingkungan serta bahan pupuk organik yang selain mengandung unsur hara tanaman, baik makro, maupun mikro, juga mengandung bahan pestisida untuk menanggulangi OPT di dalam tanah.
Catatan : Saat ini Pohon Mimba di tempat kami belum berbuah. Untuk anda yang memerlukan biji mimba untuk bahan bibit/perbanyakan belum bisa dipesan saat ini. Diperkirakan sekitar bulan Januari 2011, biji mimba asal BPT Situbondo sudah bisa dipanen.Terimakasih.
Sumber :
Agus Kardinan dan Azmi Dhalimi, Balitro, 2003
Anonim, Tumbuhan Berkhasiat Obat, 1987
Perbedaan Mindi dan Mimba
Berikut ini ada beberapa perbedaan yang bisa dilihat dari pohon Mindi dan pohon Mimba. Untuk lebih jelasnya berikut pada foto dibawah ini :
batang mimba batang mindi kiri -kanan : batang pohon mimba-batang pohon mindi
daun mimba (kiri)- daun mindi (kanan)
kiri-kanan ; daun mimba-daun mindi
foto bawah : daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan)
daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan)
pohon mindi
Jika daun mimba dicicipi, rasanya jauh lebih pahit daripada rasa daun mindi. Selain itu pada daun mindi, masih terlihat bekas gigitan serangga. Beda dengan daun mimba, yang biasanya bersih dari bekas gigitan serangga.
 
Sumber :  http://greendom-afc.blogspot.com/2012/01/pohon-mimba-azadirachta-indica-ajuss.html

Selasa, 17 Juli 2012

Kompos Eceng Gondok

Membuat Kompos Eceng Gondok
Eceng gondok atau Eichonia crassipes, tanaman hias asal Brazil yang kini sudah menjadi tanaman gulma itu ternyata
dapat diolah menjadi pupuk organik. Sisa-sisa penggunaan pupuk kimia oleh para petani di areal persawahan dan
perkebunan yang kemudian hanyut ke sungai dan ke danau, menjadikan pertumbuhan dan penyebaran eceng gondok
sangat cepat, sehingga sulit ditangani. Sifat eceng gondok yang sangat cepat pertumbuhannya itu, menarik sebagian
orang untuk menelitinya, apakah eceng gondok bisa dijadikan media untuk mempercepat pertumbuhan tanaman
lainnya?
Penelitian menunjukan bahwa tanaman eceng gondok banyak mengandung asam humat. Senyawa itu menghasilkan
fitohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu eceng gondok juga mengandung asam
sianida, triterpenoid, alkaloid dan kaya kalsium.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pupuk eceng gondok adalah memastikan tidak adanya kandungan logam
berat seperti timah hitam dan merkuri pada tanaman eceng gondok. Hindari pemanfaatan eceng gondok yang berasal
dari kolam-kolam pengolahan air limbah pabrik yang menghasilkan limbah logam berat.
Secara sederhana, pembuatan pupuk organik berbahan eceng gondok menggunakan EM4 adalah sebagai berikut :
Cara 1 - Pelapukan Kompos Termurah
Bahan
- 1000Kg Eceng gondok (Dapat dicincang atau digiling halus jika ingin mendapatkan kompos 'halus')
- 5 Kg MikroDec
- 2 Buah Pagar bambu berukuran Panjang 1 Meter, Tinggi 1½ Meter
- 2 Buah Pagar bambu berukuran Panjang 2 Meter, Tinggi 1½ Meter
Cara Pembuatan
- Rangkai pagar bambu berbentuk 'kandang' berukuran 1x2x1½ Meter sebagai tempat pembuatan kompos
- Masukkan eceng gondok
- Lakukan pemadatan dengan cara menginjak-injak tumpukan hingga setinggi ±20Cm
- Taburkan MikroDek secara merata di atas tumpukan
- Masukkan kembali eceng gondok
- Lakukan pemadatan dengan cara menginjak-injak tumpukan hingga timbunan bertambah tinggi ±20Cm
- Taburkan MikroDek secara merata di atas tumpukan
- Ulangi cara di atas sampai timbunan eceng gondok setinggi 60 - 1½ Meter
- Tutup timbunan dengan plastik
- Pada hari ke dua, suhu timbunan akan mulai meningkat sampai 70/ 80° C
- Proses pembuatan kompos pupuk selesai setelah 14 hari dan suhu telah turun menjadi ± 30° celcius. Catatan
- Pagar bambu yang menjadi 'cetakan' dapat dilepaskan pada saat proses penutupan timbunan dengan plastik untuk
digunakan pada pembuatan timbunan berikutnya (jika material eceng gondok lebih dari 1 ton).
- Proses pelapukan dilakukan oleh mikroba thermofilik aerob (dapat bertahan hidup pada suhu 80° C) yang memerlukan
sedikit oksigen
- Penutupan plastik pada material bertujuan untuk menciptakan temperatur 'tinggi' yang diperlukan untuk mempercepat
proses pelapukan
Cara 2 - Hasil Terbaik Untuk Kompos Yang Diperkaya Unsur Hayati
Bahan
- 800Kg Eceng gondok dicincang atau digiling halus
- Dedak 50Kg
- Sekam 150Kg
- 2½ Kg STARDEC
Cara Pembuatan
- Buat timbunan eceng gondok setinggi 60 Cm
- Tabusrkan secara merata pada timbunan, dedak, sekam, dan STARDEC
- Aduk / sisir timbunan (dapat digunakan alat 'garu')
- Buat gundukan dari material setinggi 60 Cm
- Lakukan pembalikan pada usia timbunan 7 hari, 14 hari
- Setelah 21 hari, kompos akan matang dan suhu telah turun menjadi ± 30° celcius.

Catatan
- Kompos yang dihasilkan akan mengandung organisme penyubur tanaman yang akan menjaga sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah
Cara 3 - Cara Alternatif
Bahan
- 800Kg Eceng gondok dicincang atau digiling halus
- Dedak 50Kg
- Sekam 150Kg
- ¼ Kg gula / molase
- 1 liter EM4 Cara Pembuatan
- EM 4 + gula pasir dicampur (diaduk) didalam wadah yang disediakan
- Buat Tumpukan dari material setinggi 20 - 30 Cm dalam bak atau wadah tertutup beralaskan plastik
- Tutup gundukan dengan karung goni/plastik selama ± 2 minggu
- Jaga suhu sekitari ± 50° celcius.
- Proses pembuatan pupuk selesai jika suhu telah turun menjadi ± 30° celcius.
Cara 4 - Cara Alternatif
Bahan
- 2 Sendok makan EM 4
- Gula Pasir 2 Sendok dilarutkan dengan 1 ½ liter
- AirMenir 10 Sendok
- Eceng gondok 1,5 karung (kering)
- Kotoran kerbau/lembu 1,5 karung (kering) Cara Pembuatan
- Eceng gondok yg baru diambil dipotong 2 lalu dijemur sampai kering
- EM 4 + gula pasir + menir + eceng gondok + kotoran kerbau dicampur (diaduk) didalam wadah yang disediakan
- Buat Tumpukan dari material setinggi 20 - 30 Cm dalam bak atau wadah tertutup beralaskan plastik
- Tutup gundukan dengan karung goni/plastik selama ± 2 minggu
- Jaga suhu sekitari ± 50° celcius.
- Proses pembuatan pupuk selesai jika suhu telah turun menjadi ± 30° celcius.
Note: EM 4 adalah microorganism yang bentuk cair didalam botol kuning. Dapat beli di toko bibit/obat atau melalui
sales@lembahpinus.com
Lembah Pinus
http://www.lembahpinus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=53

Pisang

Pisang

Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga mengandung vitamin, yaitu C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak.
Manfaat Buah :
1. Wanita yang tengah hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi pisang, karena mengandung asam folat tinggi yang penting bagi kesempurnaan janin, pembentukan sel-sel baru dan mencegah terjadi cacat bawaan.

2. Untuk para pekerja keras dan yang senang berolahraga, pisang sangat bermanfaat untuk mengembalikan stamina, tenaga untuk kerja otot, dan menghilangkan rasa lelah.

3. Pisang juga cepat menetralkan keasaman lambung. Pisang yang dicampur susu sangat baik dihidangkan sebagai obat. Pisang bisa menjadi obat untuk penyakit usus, sakit perut, dan asam lambung.

4. Penderita diabetes dapat menyuguhkan pisang sebagai menu utama pengganti nasi.

5. Penderita anemia juga dianjurkan bersahabat dengan pisang, karena di dalamnya terdapat kandungan fe (zat besi) yang baik untuk darah.

6. Bagi penderita lever, dua buah pisang sehari dengan tambahan satu sendok madu, akan baik untuk menambah nafsu makan dan meningkatkan kuat.

7. Pisang mengandung potasium, yaitu mineral vital yang membantu menormalkan detak jantung, mengirim oksigen ke otak dan mengatur keseimbangan kadar air dalam tubuh. Ketika mengalami stress, metabolisme tubuh akan meningkat drastis sehingga mengurangi kadar potasium tubuh. Dengan pisang, potasium dalam tubuh kadarnya akan seimbang.

8. Di beberapa negara, pisang dipandang sebagai makanan pendingin yang dapat menurunkan temperatur fisik dan emosional ibu hamil. Di Thailand contohnya, ibu hamil mengkonsumsi pisang untuk memastikan bayi lahir dengan temperatur sejuk.

9. Di sebuah sekolah Inggris, 200 pelajar mampu menyelesaikan ujian akhir hanya dengan sarapan pisang. Mereka juga kerap mengkonsumsi pisang saat jam istirahat serta makan siang, sebab pisang mampu meningkatkan kekuatan otak. Bahkan, Peneliti dari AS menemukan, lektin, senyawa kimia yang ditemukan dalam pisang mampu menghambat perkembangan infeksi HIV di tubuh dengan cara memblok masuknya virus.


Manfaat Getah :
Sekelompok mahasiswa Jurusan Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, membuktikan bahwa getah pisang bisa mempercepat proses penyembuhan luka.
Kegunaan getah pisang masih ada lagi diantaranya yaitu untuk menyuburkan rambut anda.
Yang diperlukan adalah lendir, cairan lendir. Caranya yaitu dengan memotong pangkal daun di dekan bongkot batang pisang. Cacapilah rambut dan kulit kepala anda dengan lendir atau getah pisang tadi. Lakukaniah ini di setiap pagi hari, Insya Allah rambut akan tumbuh subur dan lebat.

Manfaat Kulit :
1. Luka bakar
Khusus untuk penderita luka bakar, Anda dapat menggunakan daun pisang sebagai pengobatan. Caranya, kulit yang terbakar dioles dengan campuran abu daun pisang dan minyak kelapa. Campuran ini mampu mendinginkan kulit yang terbakar.
2. Meredakan nyeri
Minyak nabati yang terkandung dalam kulit pisang punya senyawa tertentu yang berkhasiat sebagai pereda nyeri. Tempelkan kulit pisang yang bersih dan masih segar untuk mengurangi rasa nyeri pada luka bakar atau tergores.

3. Mengatasi gatal
Gatal-gatal akibat gigitan serangga atau alergi ringan bisa diatasi dengan kulit pisang. Caranya cukup dengan menempelkannya di permukaan kulit yang terasa gatal.

4. Mengobati kutil
Kulit pisang diyakini punya aktivitas antivirus, sehingga banyak yang menggunakannya untuk mengusir kutil dari permukaan kulit. Caranya dengan menempelkan kulit pisang, lalu ditahan dengan plester dan dibiarkan hingga sembuh dengan sendirinya.

5. Mempercepat kesembuhan luka
Luka yang sudah mulai kering terasa gatal karena tertutup serpihan kulit mati yang mengeras. Serpihan itu bisa dihilangkan lebih cepat hanya dengan mengoleskan kulit pisang, karena akan bereaksi dengan enzim yang terkandung di dalamnya.

6. Menyuburkan tanah
Tidak hanya untuk campuran kompos, kulit pisang bisa langsung ditimbun begitu saja ke dalam tanah untuk menyuburkan tanaman di sekitarnya. Kulit pisang memiliki kandungan potassium yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman.

7. Mengkilapkan tanaman hias
Berbagai tanaman hias semacam anthurium, gelombang cinta dan sejenisnya akan lebih menarik jika daunnya tampak hijau mengkilap. Gunakan sisi dalam kulit pisang yang teksturnya lunak untuk memolesnya, maka dedaunan itu akan mengkilap dan lebih tahan lama.

8. Mengkilapkan sepatu
Tidak perlu panik jika suatu saat kehabisan semir sepatu, asalkan ada pisang di lemari es. Kupas buahnya, lalu gunakan kulitnya untuk memoles sepatu kulit agar tampak mengkilap seperti habis disemir.


Manfaat Batang :
Kerajinan Tangan
Batang pisang yang telah diambil tandan buahnya biasanya langsung dipotong dan tidak terpakai lagi, batang pisang ini dapat dijadikan untuk membuat bermacam-macam kerajinan tangan seperti, membungkus gerabah, bingkai foto, jepitan rambut, foto album dan banyak lagi. Membuat batang pisang kering/tali pisang ini sangat mudah sekali dan dapat dikerjakan dirumah. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Batang pisang dipotong kira-kira 1 meter, kemudian mulai kupas gedebok/helaian batangnya. Untuk mendapatkan batang pisang kering yang coklat bersih pilih bagian batang pisang yang sebelah dalam. Kemudian helaian batang pisang ini dibelah 2 (sehingga menjadi 2 bagian, 1 bagian sebelah dalam & 1 bagian sebelah luar).

2. Kemudian direndam dengan air garam kira-kira 10 menit untuk menghilangkan getahnya.

3. Setelah direndam, siap untuk dijemur hingga kering, dan dijaga jangan sampai terkena air hujan, karena dapat menjadikan batang pisang kering menjadi kehitam-hitaman.






Pakan Ternak
Batang pisang ternyata kaya akan kandungan glukosa dan selulosa namun rendah kadar ligninnya. Ini menarik karena glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan.

Cacahan batang pisang diberikan ke ternak ayam broiler saat itu dengan alasan untuk mendinginkan badan ayam akibat suhu udara yang ekstrim panas. Batang pisang dicacah halus lalu diberikan ke ayam saat ayam berumur 23 hari, 27 hari, 30 hari, dan 33 hari di tempat pakan bagian luar saja. Sore harinya diminumi air yang dicampur VITERPAN Unggas seperti biasanya.

Hasilnya sangat bagus karena ayam tampak lebih tenang meski suhu sangat panas memanggang di siang hari. Dan, pakan lumayan hemat karena sebagian ruang di tembolok dan perut ayam terisi cacahan batang pisang yang tidak usah beli. Efek kenyang tetap tampak dan yang penting, pemenuhan unsur gizi tetap terjaga terutama kalori yang diperoleh dari kandungan glukosa dalam cacahan batang pisang tersebut.


Manfaat Daun :
1. Ramuan alami dapat mengobati luka kecil pada kulit dan gangguan kulit lainnya seperti ketombe, eksim, dan sengatan matahari. Pengunaan sari dari jus daun pisang segar secara bertahap akan menyembuhkan gangguan hingga ke akarnya. Anda juga dapat merendam daun dengan air dingin dan oleskan pada kulit yang terbakar sinar matahari.

2. Daun pisang memiliki sifat obat yang dapat meredakan gigitan serangga beracun, sengatan lebah, gigitan laba-laba, ruam, iritasi kulit. Daun ini populer dengan sebutan penghapus alami.

3. Krim kosmetik dan lotion yang mahal mengandung bahan aktif yang disebut Allantoin yang ditemukan pada daun tanaman. Allantoin membantu penyembuhan lebih cepat, membunuh kuman, dan merangsang pertumbuhan sel kulit baru.

4.Daun pisang bila dicampur dengan cabai rawit dan comfrey membantu mengurangi bekas luka pada kulit, luka fisik, gatal, pendarahan, dan mengurangi semua jenis peradangan.

5. Salep alami yang sederhana dengan menggunakan ekstrak daun pisang segar, minyak zaitun, sedikit beeswax (lilin tawon lebah) dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk bayi. Salep alami ini dapat menyembuhkan ruam popok dan gigitan nyamuk. Selain itu sebuah es batu yang digulung dalam daun dapat dipijatkan ke kulit. Ini menenangkan kulit dan mengurangi stres.

6. Daun pisang juga tersedia dalam bentuk kapsul (suplemen/ekstrak cair) dapat diambil setiap hari untuk perlindungan dari noda, meski kulit Anda bersinar.


Sumber : http://www.idafazz.com/manfaat-buah-pisang.php, http://asilkrose.blogspot.com/2011/03/manfaat-kulit-pisang.html, http://tutorialkita.com/738/khasiat-getah-pisang-2, http://maknyaabel.multiply.com/journal/item/86/Batang_Pisang_dibuang_sayang?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, http://didinpurnama.blogspot.com/2012/01/manfaat-dari-batang-pisang.html, http://jendela-berbagi.blogspot.com/2011/10/manfaat-daun-pisang-bagi-kulit.html

Sumber :  http://bujikuda.blogspot.com/2012/02/natural-remedy-toothache.html

Pemanfaatan Limbah dari Tanaman Pisang

Pisang bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, terbukti dari seringnya pohon pisang digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat. Pohon pisang selalu melakukan regenerasi sebelum berbuah dan mati, yaitu melalui tunas-tunas yang tumbuh pada bonggolnya. Dengan cara itulah pohon pisang mempertahankan eksistensinya untuk memberikan manfaatkan kepada manusia. Filosofi tersebutlah yang mendasari penggunaan pohon pisang sebagai simbol niat luhur pada upacara pernikahan.
Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang.
Pisang mempunyai banyak manfaat yaitu dari mulai mengatasi masalah kecanduan rokok sampai untuk masalah kecantikan seperti masker wajah, mengatasi rambut yang rusak dan menghaluskan tangan.
Selain buahnya pisang jarang dimanfaatkan, seperti batang, bonggol, kulit dan jantungnya. Tetapi seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka banyak yang bisa dimanfaatkan dari limbah-limbah yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas dari limbah tersebut dan menambah nilai ekonomi dari limbah tersebut.
Reuse
Contoh penanganan limbah pisang dengan cara guna ulang (Reuse) ialah
a. Kulit Pisang Ambon Bisa Digunakan Untuk Pengobatan. `
Pisang ambon sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Selain mengandung vitamin C, pisang ambon juga mengandung serat tinggi yang berfungsi melancarkan saluran pencernaaan, sehingga buang air besar pun jadi lancar. Ternyata, selain buahnya, kulit pisang ambon pun berguna untuk mengobati bercak-bercak hitam agak kasar ( misalnya bekas cacar) pada kulit. Caranya, gosokkan kulit pisang ambon bagian dalam pada kulit yang terdapat bekas cacar. Biarkan beberapa saat, setelah itu cuci dengan air hangat. Lakukan cara ini secara rutin dan penuh kesabaran. Hasilnya, kulit akan kembali mulus seperti sediakala
b. Bonggol pisang untuk obat dan makanan
Air bonggol pisang kepok dan klutuk juga diketahui dapat dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki pertumbuhan dan menghitamkan rambut. Sedangkan untuk makanan, bonggol pisang dapat diolah menjadi penganan, seperti urap dan lalapan
c. Batang Pisang yang dijadikan pakan ternak
Batang pisang yang tidak dipakai biasanya langsung dibuang atau untuk menahan laju air tapi selain itu batang pisang juga bisa digunakan untuk pakan ternak karena kandungan yang terkandung di dalam batang pisang dapat meningkatkan gizi pada ternak tersebut sehingga akan meningkatkan kualitas dari ternak tersebut
Recycle
Contoh penanganan limbah pisang dengan cara daur ulang (recycle) ialah
a. Cuka Kulit Pisang
Mula-mula kumpulkan kulit pisang sebanyak 100 kg dan lakukan proses produksi selama 4-5 minggu. Kebutuhan bahan-bahan lain mencakup: 20 kg gula pasir, 120 gr ammonium sulfit (NH4)2S03, 0,5 kg ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan 25 liter induk cuka (Acetobacter aceti).
Cara rnembuatnya, kulit pisang dipotong-potong atau dicacah, lalu direbus dengan air sebanyak 150 liter. Saring dengan kain dalam stoples. Berdasarkan uji lapangan, bahan awal kulit pisang yang direbus itu akan menghasilkan cairan kulit pisang kira-kira 135 liter, bagian yang hilang 7,5 kg, dan sisa bahan padat sekitar 112,5 kg. Setelah disaring ke stoples, cairan kulit pisang ini perlu ditambah ammonium sulfit dan gula pasir.
Langkah berikut, didinginkan dan tambahkan ragi roti. Biarkan fermentasi berlangsung satu minggu. Hasilnya disaring lagi. Dari 135 liter cairan kulit pisang setelah difermentasi dan disaring menjadi 130 liter larutan beralkohol, dan lima liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan beralkohol itu ditambahkan induk cuka, dan biarkan fermentasi berlangsung selama tiga minggu.
Selanjutnya, hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan. Nah, dalam kondisi masih panas, cuka pisang dimasukkan ke dalam botol plastik. Lalu segera ditutup dan disimpan dalam temperatur kamar. Biasanya pemasaran cuka pisang dikemas dalam plastik berukuran 40 ml, 60 ml, atau 80 ml. Jika dihitung, dari 100 kg kulit pisang akan diperoleh sekitar 120 liter cuka pisang.
b. Nata dari Kulit Pisang
Potensi buah-buahan lokal Nusantara untuk dikembangkan sebagai bahan makanan sudah terbukti. Salah satu buah tersebut yakni pisang. Buah ini selain bisa dimakan saat segar juga bisa dibuat berbagai jenis makanan, seperti ceriping, dan sale.
Sebuah penelitian terhadap buah pisang dilakukan tiga dosen Universitas Negeri Yogyakarta. Sekali lagi untuk menjadikan pisang sebagai produk olahan yang disukai masyarakat dengan tetap memiliki kandungan gizi.
Yang menarik, penelitian yang dilakukan Das Salirawati MSi, Eddy Sulistyowati Apt MS, dan Retno Arianingrum MSi yang semuanya adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam adalah bukan dilakukan pada buahnya, tetapi pada kulitnya. Penelitian ini sukses menjadikan kulit pisang-yang selama ini lebih banyak dibuang-menjadi nata.
Nata adalah serat yang berbentuk seperti gel yang dibuat dengan memanfaatkan kerja bakteri Acetobacter xylinum. “Selama ini masyarakat telah mengenal produk nata de coco atau nata yang dibuat dari air kelapa. Nata dari kulit pisang sebenarnya sama dengan nata de coco, bedanya nata pisang dibuat dari bahan dasar kulit pisang,” katanya, Rabu (8/3).
Ide membuat nata dari kulit pisang, karena terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang bisa membuat nata dari buah pisang. “Kenapa kemudian memilih kulit pisang karena selama ini kulit pisang tidak termanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja. Padahal kulit pisang ini banyak ditemui di sekitar kita, antara lain di tempat-tempat orang jual gorengan,” ucapnya.
Proses pembuatan nata kulit pisang yang pertama adalah mengerok kulit bagian dalam buah pisang. Hasil kerokan itu kemudian diblender dan dicampur air bersih dengan perbandingan 1 : 2, lalu disaring guna mendapatkan air perasan. Setelah itu ditambahkan asam cuka biasa dengan ukuran 4-5 persen dari volume air perasan. Jika menggunakan asam cuka absolut maka cukup 0,8 persen. Ditambahkan juga pupuk ZA sebanyak 0,8 persen dari larutan, dan gula pasir sebanyak 10 persen. Bahan-bahan tersebut dicampurkan untuk kemudian dipanaskan sampai mendidih.
“Asam cuka dan pupuk ZA berfungsi untuk media hidup bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini membutuhkan nitrogen dari pupuk ZA dan keasaman dari cuka. Acetobacter xylinum inilah yang nanti akan membentuk nata,” ujar Das.
Setelah mendidih lalu dituangkan dalam cetakan-cetakan. Dengan ketinggian cairan adonan lebih kurang 2-3 cm di setiap cetakan. Setelah dingin, dimasukkan bakteri Acetobacter xylinum-yang bisa dibeli dalam bentuk cairan-sebanyak 10 persen dari campuran. Sebelum memasukkan bakteri, adonan harus benar-benar dingin, sebab kalau masih panas bakteri akan mati. Setelah itu, cetakan ditutup dengan kertas koran. Ini supaya udara tetap bisa masuk melalui pori-pori kertas. Setelah dua minggu, cetakan baru boleh dibuka. Adonan pun akan berubah menjadi berbentuk gel.
Nata lalu diiris-iris, dicuci, dan diperas sampai kering. Untuk selanjutnya direbus lagi dengan air lebih kurang dua kali rebusan. Ini berfungsi untuk menghilangkan aroma asam cuka. Setelah selesai, nata bisa dicampur dengan sirop atau gula sesuai selera. Campuran rasa diperlukan karena nata berasa tawar. Nata dari kulit pisang pun siap disajikan untuk minuman, maupun makanan kecil lain. Diketahui dari 100 gram nata kulit pisang mengandung protein sebanyak 12 mg. Das Salirawati mengungkapkan, penelitian itu akan dilanjutkan untuk mencari ketebalan nata yang paling optimal. Dari percobaan awal, diketahui dari ketebalan cairan adonan dua cm diperoleh nata lebih kurang 1,5 cm. Masyarakat dipersilakan jika ingin mencoba membuat nata dari kulit pisang. “Ini bisa untuk usaha alternatif skala kecil,” tuturnya. (RWN)
c. Roti dari Kulit Pisang
Kulit pisang kerap dibuang begitu saja di sembarang tempat. Jika dibuang sembarangan, kulit pisang bisa membuat orang tergelincir. Namun, tiga mahasiswa Biologi ITS, tak pernah menganggap remeh kulit pisang. Karena setelah diteliti terbukti kulit pisang memang tak bisa dianggap barang remeh.
“Kulit pisang yang sering dianggap barang tak berharga itu, ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup,” kata Sulfahri, salah satu dari 3 peneliti itu. Melihat kandungannya yang cukup tinggi, ia bersama dua rekan mencoba membuat penganan dari bahan kulit pisang itu.
“Semula, kami hanya memproduksi keripik kulit pisang, namun lama-kelamaan timbul ide untuk membuat tepung dari kulit pisang,” katanya. Mahasiswa angkatan 2007 itu mengatakan tepung pisang itu akhirnya digunakan sebagai bahan baku kue bolu. Meski berkali-kali gagal, namun akhirnya mereka menemukan formula yang pas untuk membuat bolu dari kulit pisang.
“Kalau dihitung lebih dari 50 kali, namun kami sekarang sudah puas dengan resep bolu yang kami miliki,” katanya. Kulit pisang yang cocok dibuat tepung adalah jenis pisang raja, karena kulit pisang raja lebih tebal dibandingkan jenis pisang lainnya.
Karya Sulfahri dan dua rekannya itu merupakan salah satu karya inovatif yang terpilih dalam penyaringan untuk “Biological Opus Fair” yang digelar di Plaza dr Angka ITS Surabaya pada 17 dan 18 April 2008.
Delapan produk inovatif yang dipamerkan adalah karya bertajuk “Pemanfaatan Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca sapientum) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kue Bolu” (karya Sulfahri dari Jurusan Biologi ITS Surabaya), dan “Water Electric Light Trap (WEL-T) sebagai Pengganti Pestisida dalam Upaya Peningatan Produksi Pangan yang Ramah Lingkungan” (karya Resti Afiandinie dari Jurusan Teknik Kimia ITS).
Karya lain adalah “Pendayagunaan Talok (Muntingia calabura Linn) sebagai Salah Satu Sumber Alternatif Baru dalam Dunia Pangan” (Fitri Linda Sari dari Universitas Muhammadiyah Malang), kemudian “Potensi Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl.) sebagai Alternatif Bahan Pangan (Upaya Menggali Potensi Pangan Lokal)” (Riana Dyah Suryaningrum dari Universitas Muhammadiyah Malang).
Disamping itu terdapat karya lain, seperti “Konversi Limbah Padat Menjadi Produk Ramah Lingkungan” (Sulistiono Ningsih dari Jurusan Biologi di Universitas Jember), “Pemanfaatan Mikroalga (Fitoplankton) sebagai Subtitusi Sumber Bahan Bakar Premium” (Abdul Azis Jaziri dari Jurusan Perikanan di Universitas Brawijaya Malang), “Diversifikasi Dioscorea Flour sebagai Sumber Alternatif Pangan” (Zainal Arifin dari Jurusan Biologi ITS Surabaya), kemudian “Pemanfaatan buah dan daun cersen/talok sebagai keripik dan dodol” (Ria Hayati dari Jurusan Biologi ITS Surabaya).
Tak berbeda dengan Sulfahri, Zaenal Arifin juga mencoba membuat diversifikasi pangan dari bahan umbi uwi. “Umbi yang bernama latin dioscorea alata itu ternyata dapat menjadi bahan pangan yang aman bagi penderita diabetes. Kadar gula uwi itu rendah, tapi karbohidratnya tinggi,” kata mahasiswa jurusan Biologi ITS itu.
Pengolahan uwi menjadi tepung itu pun tidak memerlukan proses yang rumit, bahkan cukup menggunakan metode tradisional.”Saya buat dari dua macam uwi, uwi putih dan juga uwi ungu yang sama-sama berkadar gula rendah. Uwi diparut kasar, kemudian direndam dengan air kapur untuk memisahkan parutan dengan getahnya. Air getah uwi itu bisa untuk pestisida yang ramah lingkungan,” ucapnya.
Parutan yang sudah dikeringkan, katanya, dapat langsung diolah menjadi tepung. “Tepung dari uwi ini dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam penganan, seperti kue dan mie. Rasa tepungnya sendiri tawar, jadi gampang divariasikan,” katanya.
d. Dendeng Jantung Pisang
Tanaman pisang tumbuh baik dan dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis pohon mudah ditanam dan hampir setiap rumah di pedesaan memiliki pohon pisang ini.
Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, meskipun di antaranya hanya menanam pisang pada pekarangan.
Tak ada ruginya menanam pohon ini. Apalagi, seluruh bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga mulai dari daun, buah, sampai bonggol pohonnya.
Buah dan bagian tanaman pisang pun bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan olahan. Salah satu makanan olahan dari bagian tanaman pisang adalah dendeng jantung pisang.
Untuk membuat dendeng jantung pisang perlu disiapkan sejumlah bahan, meliputi empat buah jantung pisang, satu sendok makan ketumbar, 50 gr ikan teri, 10 siung bawang merah, dan empat siung bawang putih. Sedangkan kebutuhan peralatan terdiri atas pisau, kukusan, penumbuk, dan tampah.
Cara membuatnya, ambil jantung pisang yang masih segar. Buang kelopak bagian luar hingga tampak kelopak dalamnya berwarna putih kemerah-merahan. Jantung pisang tersebut direbus sampai lunak. Lalu ditumbuk sampai halus.
Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk lalu dimasak dalam wajan. Setelah itu, tumbukan jantung pisang dimasukkan ke dalam wajan berisi bumbu. Diaduk-aduk sampai merata, lalu tambahkan gula merah. Jika sudah masak, silakan diangkat dan segera dicetak di atas tampah. Jadilah dendeng jantung pisang yang telah dicetak. Dendeng tersebut dijemur selama 2-3 hari hingga kering. Lantas, digoreng hingga masak, dan akhirnya dikemas dalam kantong plastik.
e. Keripik Bonggol Pisang
Kebutuhan bahan untuk membuat keripik bonggol pisang terdiri atas bonggol pisang, natrium bisulfit, garam, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, merica, dan air. Sedangkan piranti yang mesti disiapkan adalah pisau, baskom, wajan, ember, kompor, talenan, dan alat penunjang lainnya.
Cara membuatnya, ambil bonggol pisang, lalu kupas kulit luarnya, dan dicuci dengan air bersih. Bonggol diiris menjadi irisan-irisan tipis sekitar 0,5 cm. Irisan bonggol direndam dalam larutan natrium bisulfit satu persen selama 2-3 menit (Pedomannya: 1 gram natrium bisulfit dicairkan ke dalam 1 liter air). Setelah direndam, irisan bonggol ditiriskan.
Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus, lalu dimasukkan ke dalam baskom dan tambahkan sedikit air. Rendam irisan bonggol dalam baskom yang berisi bumbu, lalu diaduk sampai rata, dan biarkan sekitar 5-10 menit agar bumbunya meresap.
Irisan bonggol yang telah dibumbui itu digoreng, sambil dibolak-balik hingga kematangan merata. Angkat dan tiriskan. Akhirnya, jadilah keripik bonggol pisang yang dikemas dalam kantong plastik.
f. Batang Pisang Sebagai Bahan Dasar Kertas Daur Ulang
Batang pisang juga dapat di olah menjadi kertas, yaitu setelah mengalami proses pengeringan dan pengolahan lebih lanjut. proses pembuatan kertas dari bahan batang pisang pertama-tama yang harus dilakukan adalah, batang pisang tadi dipotong kecil-kecil dengan ukuran berkisar 25 cm, lalu di jemur di bawah terik matahari hingga kering. Setelah batang pisang tadi kering proses berikutnya adalah dengan cara direbus sampai menjadi lunak, namun pada saat proses perebusan sebaiknya di tambah dengan formalin atau kostik soda maksudnya adalah di samping untuk mempercepat proses pelunaan juga untuk menghilangkan getah-getah yang masih menempel pada batang pisang tadi, pada proses berikutnya batang pisang yang sudah lunak tadi disaring dan dibersihkan dari zat-zat kimia tadi baru kemudian di buat bubur ( pulp) dengan cara di blender. Baru kemudian dicetak menjadi lembaran-lembaran kertas.
Reduce
a. Kulit Pisang Menyimpan Tegangan Listrik
Siapa yang menyangka kulit pisang bisa dijadikan pengganti batu batterai. Cara pembuatannya pertama kulit pisang dan jeruk di buat jus, apabila tidak ada alat jus atau blender maka cukup dihancurkan atau di aduk hingga halus kemudian dicampur dengan air secukupnya. Setelah itu di buat sel elektrokimia dengan mengambil gelas kimia lalu larutan jus tadi ditaruh didalam gelas tersebut. Kemudian dibuat elektroda-elektroda yang terbuat dari Cu dan Zn. Tembaga dan seng disambung dengan kabel kemudian dibantu dengan tutup dari gabus dibuat variasi biar kelihatan menarik.
Satu sel adalah satu wadah atau satu gelas kimia yang berisi 2 elektroda dan 1 tutup. Kita ukur V dan I nya, V= Voltase, I= Amper setelah itu di aplikasikan atau dihubungkan kabel tersebut dengan benda percobaan. Aplikasi yang paling sederhana dan mudah diamati adalah kalkulator dan jam digital, begitu disambungkan ternyata kalkulator dan jam tersebut bisa hidup normal seperti dihubungkan pakai batu batterai
Dibandingkan dengan membeli batu batere, dengan menggunakan limbah kulit pisang sebagai pengganti batu batere akan mengurangi limbah dari pisang selain itu akan meningkatkan nilai jual dari kulit pisang itu sendiri dan akan mengurangi penggunaan batu batere yang kurang ramahh lingkungan
b. Daun pisang sebagai pembungkus makanan
Daun pisang digunakan untuk membungkus makanan karena dengan membungkus makanan dengan menggunakan daun pisang akan menambah cita rasa dalam makanan tersebut contoh bahan makanan yang sering menggunakan daun pisang sebagai pembungkus adalah tempe. Selain itu daun pisang juga oleh masyarakan (sekitar tahun 1945) biasa digunakan untuk membungkus rokok
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan akan mengurangi penggunaan plastic yang tidak ramah lingkungan karena yang sudah kita ketahui bahwa plastic tidak bisa terurai dan akan berdampak pada pemanasan global.
c. Kulit pisang untuk semir sepatu
Bagian dalam dari kulit pisang mengandung potassium yang merupakan bahan penting yang terdapat dalam semir sepatu yang ada di pasaran. Setelah menggunakan kulit pisang untuk menyemir sepatu, bersihkan sisa kulit buah yang mengandung vitamin C, B komplek dan B6 itu dengan menggunakan lap berbahan halus. Kandungan minyak yang terdapat dalam pisang akan melembutkan serta mengawetkan kulit sepatu
Dengan menggunakan kulit pisang kita dapat mengurangi pemakaian semir sepatu yang bahannya tidak alami yang lama kelamaan akan mengurangi kualitas dari sepatu itu dan selain itu dengan mengguanakan kulit pisang kita bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli semir sepatu.
Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai bahan-bahan yang akan meningkatkan nilai tambah dari limbah tersebut maka kita juga akan mengefisienkan biaya dan energy. Contoh dari pengefisienan biaya adalah dengan menggunakan kulit pisang sebagai semir sepatu. Dengan menggunakan kulit pisang sebagai pemnggati dari semir sepatu kita bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli semir sepatu, dengan membeli pisang kita bisa mendapatkan dua keuntungan yaitu buah pisang yang mengandung banyak vitamin dan kulit pisang yang bisa dibuat semir sepatu. Sedangkan contoh untuk pengefisienan energy adalah dengan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan, dengan menggunakan daun pisang kita bisa menghemat energy yang keluar dari plastic yang sering digunakan karena dengan menggunakan plastic sebagai pembungkus makanan akan mengakibatkan pemanasan global.
Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai produk baru maka akan meningkatkan nilai tambah dari limbah tersebut. Dan akan meningkatkan nilai jual dari limbah yang tadinya tidak berguna jadi berguna.
Rina Rosdiana
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :  http://onlinebuku.com/2009/01/29/pemanfaatan-limbah-dari-tanaman-pisang/

Kandungan Kulit Pisang

Berapa nilai gizi kulit pisang? Mengapa kita mengupas pisang sebelum makan dan tidak makan dengan kulitnya? Pakar Kimia dan biologi mengevaluasi kandungan kulit pisang matang, bertujuan menggunakan potensinya sebagai sumber serat makanan dalam gizi manusia. Dua jenis tepung dibuat dari kulit pisang: a) tidak diobati (UT), dicuci dan dikeringkan kulitnya, b) yang diobati (SMB), menggunakan kulit diobati dengan natrium metabisulfit dan asam sitrat, dalam upaya untuk meminimalkan penggelapan tepung. Seperti yang diharapkan, tepung kulit pisang diturunkan menjadi sumber penting dari serat (NDF), sesuai sekitar 32% dari berat kering nya. Penambahan tepung ini untuk diet kasein basal menurunkan kecernaan protein dan meningkatkan curah tinja dari tikus, yang merupakan efek terkenal dari serat makanan. Namun, tidak mengubah kualitas protein, karena tidak ada perbedaan dalam nilai-nilai PER dari diet belajar, di samping itu, pertumbuhan tikus yang diberi diet yang mengandung kulit pisang tidak berbeda dengan pakan kontrol makan. Hasil ini menunjukkan kelayakan studi teknologi bertujuan pengembangan produk makanan dengan kulit pisang. Selain itu, tes biologis harus direalisasikan dalam penjelasan dampaknya dalam asupan makanan dan parameter biokimia.
Musa sapientum (pisang) kulit dianalisis untuk mineral, nutrisi dan anti – nutrisi
isinya. Hasil kandungan mineral menunjukkan konsentrasi (mg / g) dari kalium,
kalsium, natrium, besi, mangan rubidium, brom,, strontium, zirkonium dan niobium
menjadi 78,10, 19,20, 24,30, 0,61, 76,20, 0,04, 0,21, 0,03, 0,02 dan 0,02 masing-masing. itu persentase konsentrasi serat protein, lemak kasar, karbohidrat dan minyak mentah adalah 0,90, 1,70, 59,00 dan 31,70 masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika kulit yang benar dieksploitasi dan proses, mereka bisa menjadi sumber berkualitas tinggi dan murah karbohidrat dan mineral untuk ternak.

Sumber :  http://blog.ub.ac.id/dians/category/knowledge/

PENINGKATAN KUALITAS USAHA TERNAK RUMINANSIA MELALUI PEMANFAATAN HASIL SAMPING USAHA DAN AGROINDUSTRI PERTANIAN

PENDAHULUAN

Usaha ternak ruminansia sebagai salah satu sumber protein hewani asal susu dan daging memerlukan asupan bahan pakan yang tersedia dan memiliki kualitas bagus bagi perkembangan ternak. Pakan sampai saat ini menyumbang 70% dari total pembiayaan usaha ternak. Konsep usaha ternak ruminansia yang dilakukan masyarakat Indonesia kebanyakan masih berupa usaha konvensional dengan pola pemeliharaan yang sebagian besar tradisional. Usaha peternakan yang telah intensifpun kebanyakan masih mengandalkan sumber pakan yang biasa digunakan sejak dulu. Inovasi untuk mendapatkan sumber pakan baru bagi ternak ruminansia mutlak diperlukan.
Peningkatan produksi ternak ruminansia memerlukan penyediaan jumlah pakan dalam jumlah besar, terutama pakan berserat kasar kasar (roughage) yang murah. Perluasan areal untuk penanaman pakan ternak akan semakin terbatas, terutama pada daerah padat penduduk. Disamping itu penanaman pakan ternak menghadapi beberapa kendala yaitu :
• Memerlukan investasi lahan yang mahal
• Pemeliharaan tanaman yang tidak murah
• Pengangkutan hijauan ke farm yang kontinyu (tiap hari)
• Hasil panen yang fluktuatif (tergantung musim)
• Penyimpanan yang juga mahal (kebanyakan dalam bentuk silase)
Hasil intensifikasi tanaman pangan tidak menghasilkan pangan yang lebih banyak, tetapi juga menghasilkan limbah berserat yang melimpah sehingga integrasi antara tanaman pangan dengan ternak merupakan suatu alternatif untuk mencukupi kebutuhan pakan yang murah.
Bebrrapa upaya harus dilaksanakan secara terpadu untuk meningkatkan pemanfaatn hasil samping usaha dan agroindustri pertanian (termasuk perkebunan dan kehutanan) sehingga dihasilkan bahan pakan ternak ruminansia yang berkualitas dan bernilai ekonomis. Berbagai perlakuan akan disampaikan berikut ini sebagai tambahan referensi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil samping usaha dan agroindustri pertanian.


HASIL SAMPING USAHA DAN AGROINDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

Hasil samping usaha dan agroindustri pertanian (termasuk didalamnya perkebunan dan kehutanan) sebagai pakan alternatif bagi ternak ruminansia dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Observasi
2. Identifikasi
3. Penentuan perlakuan
4. Formulasi dan peningkatan nilai

Observasi
Merupakan langkah untuk memperoleh dokumentasi dan jenis hasil samping usaha dan agroindustri pertanian untuk dijadikan sebagai bahan pakan. Hasil koleksi ini terkait dengan beberapa faktor, yaitu :
a. Lokasi ketersediaan bahan baku yang dekat dengan lokasi pengumpulan
b. Kontinyuitas bahan yang selalu ada atau bila bahan tersebut bersifat musiman maka jumlah dalam setiap musim sangat berlimpah
c. Biaya penanganan dan pengangkutan murah
Identifikasi
Bahan baku pakan yang telah diperoleh segera diidentifikasi keunggulannya. Sebagai sumber protein, karbohidrat atau serat kasar.
Penentuan Perlakuan
Bahan baku pakan yang telah diidentifikasi dan ditentukan keunggulannya dilakukan penentuan perlakuan prosesing lanjutan sebelum layak dijadikan sebagai bahan baku pakan, misalnya : dikeringkan – disangrai – difermentasi – disilase atau dilayukan
Formulasi dan Peningkatan Nilai
Uji laboratorium untuk mengukur kandungan bahan pakan sebelum dan setelah perlakuan dilaksanakan sebagai tolok ukur jumlah bahan baku pakan dalam formula ransum pakan ternak ruminansia untuk ditingkatkan nilainya sebagai pakan terpisah atau sebagai pakan lengkap (complete feed)

DEDAK PADI


Dedak padi (hu’ut dalam bahasa sunda) merupakan hasil sisa dari penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yang masing-masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah:
Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral
• Selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak dan mineral.
• Lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna.
Berhubung dedak merupakan campuran dari ketiga bagian tersebut diatas maka nilai/martabatnya selalu berubah-ubah tergantung dari proporsi bagian-bagian tersebut.
Menurut kelas nilainya, dedak dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
• Dedak Kasar
Adalah kulit gabah halus yang bercampur dengan sedikit pecahan lembaga beras dan daya cernanya relatif rendah.
Analisa kandungan nutrisi: 10.6% air, 4.1% protein, 32.4% bahan ekstrak tanpa N, 35.3% serat kasar, 1.6% lemak dan 16% abu serta nilai Martabat Pati 19
Sebenarnya dedak kasar ini sudah tidak termasuk sebagai bahan makanan penguat (konsentrat) sebab kandungan serat kasarnya relatif terlalu tinggi (35.3%)
• Dedak halus biasa
Merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna.
Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53
• Dedak lunteh
Merupakan hasil ikutan dari pengasahan/pemutihan beras (slep atau polishing beras). Dari semua macam dedak, dedak inilah yang banyak mengandung protein dan vitamin B1 karena sebagian besar terdiri dari selaput perak dan bahan lembaga, dan hanya sedikit mengandung kulit. Di beberapa tempat dedak ini disebut juga dedak murni.
Analisa nutrisi: 15.9% air, 15.3% protein, 42.8% bahan ekstrak tanpa N, 8.1% serat kasar, 8.5% lemak, 9.4% abu serta nilai MP adalah 67.
• Bekatul
Merupakan hasil sisa ikutan dari pabrik pengolahan khususnya bagian asah/slep/polish. Lebih sedikit mengandung selaput perak dan kulit serta lebih sedikit mengandung vitamin B1, tetapi banyak bercampur dengan pecahan-pecahan kecil lembaga beras (menir). Oleh sebab itu masih dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia sehingga agak sukar didapat.
Analisa nutrisi: 15% air, 14.5% protein, 48.7% lemak dan 7.0% abu serta nilai MP adalah 70.
Dalam perdagangan harus cukup teliti dan waspada karena dedak sering dipalsukan dengan mencampur kulit gabah (dedak kasar) yang telah digiling halus ke dalam dedak halus, lunteh atau bekatul.

DEDAK JAGUNG
Dedak jagung merupakan hasil sisa ikutan dari penggilingan jagung yang banyak terdapat di daerah-daerah yang makanan pokok dari penduduknya adalah jagung, seperti Madura dan daerah industri dan pertanian Jagung lainnya. Dedak jagung sangat baik diberikan pada ternak hanya cara penyimpanannya yang agak sukar karena bersifat higroskopis sehingga mudah menjadi lembab sehingga cepat rusak.
Analisa nutrisi: 9.9% air, 9.8% protein, 61.8% bahan ekstrak tanpa N, 9.8 serat kasar, 6.4% lemak dan 2.3% abu serta nilai Martabat Pati (MP) adalah 68.

BUNGKIL KELAPA
Karena minyak kelapa menduduki tempat pertama dalam memenuhi kebutuhan manusia akan minyak goreng, bungkil kelapa sangat mudah didapatkan. Harganya pun jauh lebih murah bila dibandingkan dengan bungkil kacang tanah. Kadar proteinnya paling rendah diantara bungkil-bungkil yang lain, namun nilai martabat makanannya cukup tinggi karena zat-zat yang dikandung bungkil kelapa mudah dicerna.
Yang disebut bungkil kelapa ini biasanya adalah hasil sisa dari pembuatan dan ekstraksi minyak kelapa yang didapat dari daging kelapa yang telah dikeringkan terlebih dahulu.
Sangat baik diberikan pada sapi perah sebab dapat meningkatkan kadar lemak susu sehingga meningkatkan kualitas susu. Pemberiannya tergantung pada berat badannya yaitu antara 1.5 - 2.5 kg/ekor/hari. Sedangkan untuk babi antara 0.75 - 1.5kg/ekor/hari. Baik pula diberikan pada ayam dengan pemberian sampai +/- 25%.
Untuk kuda juga dapat diberikan hanya dalam jumlah sedikit dan dicampur dengan gabah atau dedak, sebab apabila terlalu banyak dapat menyebabkan diare.
Analisa nutrisi: 11.6% air, 18.7% protein, 45.5% bahan ekstrak tanpa N, 8.8% serat kasar, 9.6% lemak dan 5.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) 81.

BUNGKIL KACANG TANAH
Bungkil ini sekarang mudah didapat karena sudah banyak pabrik-pabrik minyak kacang, baik pabrik modern maupun yang masih sederhana. Kadar proteinnya paling tinggi diantara bungkil bungkil yang lain yang umum digunakan.
Baik untuk digunakan sebagai komposisi dalam ransum konsentrat untuk sapi, babi dan ayam. Hanya perlu dibatasi jumlah pemberiannya karena kadar lemaknya yang cukup tinggi dan harganya relatif mahal.
Analisa nutrisi: 6.6% air, 42.7% protein, 27% bahan ekstrak tanpa N, 8.9% serat kasar, 8.5% lemak dan 6.3% abu serta nilai MP adalah 80.

ONGGOK
Merupakan hasil sisa dalam pembuatan tepung kanji. Dapat diberikan pada ternak sapi dan babi sebagai komposisi ransumnya. Ampas ketela pohon ini berguna sebagai sumber karbohidrat untuk stimulasi dalam pembuatan silase.
Analisa nutrisi: 18.3% air, 0.8% protein, 78% bahan ekstrak tanpa N, 2.2% serat kasar, 0.2% lemak dan 2.5% abu serta nilai MP adalah 76.

KULIT ARI KEDELAI (KLECI)
Merupakan hasil sortir penggilingan kacang kedelai yang digunakan untuk proses pembuatan tahu dan tempe. Karena merupakan kulit, maka bahan baku pakan ini perlu diberi perlakuan berupa perebusan (minimal perendaman) untuk meningkatkan kecernaan bahan. Ciri umum limbah seperti itu, mengandung serat kasar (selulosa, lignoselulosa dan hemiselulosa) yang tinggi. Molekul kompleks ini sebenarnya tersusun dari ikatan rantai panjang glukosa (ikatan 1,6 - beta glukosidik).
Secara alamiah, di dalam rumen serat akan dibongkar (degradasi) oleh mikrobia selulolitik menjadi molekul yang lebih sederhana, termasuk glukosa. Molekul sederhana ini akan disintesa oleh mikrobia untuk membuat asam-asam lemak dan protein, yang nantinya diserap usus halus.
Semakin mudah pakan didegradasi oleh mikrobia maka semakin cepat laju sintesa itu, nutrien yang diserap usus halus akan makin banyak pula. Sehingga pertumbuhan sapi pun semakin baik.
Tanpa perlakuan khusus, nilai kecernaan pakan rendah alias sulit didegradasi karena kuatnya ikatan 1,6 - beta glukosidik. Laju sintesa asam lemak dan protein pun lambat karena harus melalui tahap pemecahan serat di dalam rumen.
Cara lain yang umum dipakai untuk memecah – atau setidaknya merenggangkan – ikatan 1,6- beta glukosidik adalah dengan fermentasi dan pemanasan. Fermentasi memerlukan waktu lebih lama dan tempat khusus, sementara dengan pemanasan, peternak perlu mengeluarkan biaya bahan bakar.
Menurut penelitian, pemanasan mampu meningkatkan nilai kecernaan kleci hingga mencapai 90%, meningkat 25 – 30 % dibanding jika diberikan apa adanya. Selain itu laju pencernaan pakan menjadi 4 jam, 2 jam lebih cepat dari umumnya. Hal ini disebabkan karena pakan lebih mudah dicerna. Dengan demikian sapi bisa makan dengan porsi lebih banyak dalam sehari.

Fermentasi Jerami Padi
Proses fermentasi Jerami Padi memerlukan lokasi yang ternaungi beralas tanah. Fermentasi jerami padi dimaksudkan untuk memanfaatkan hasil samping usaha pertanian padi dan meningkatkan kualitas jerami padi agar dapat dijadikan sebagai sumber pakan berserat ternak rumiansia.
Proses Fermentasi Jerami Padi :
1. Jerami ditumpuk dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm pada lokasi ternaungi beralas tanah
2. Diatas tumpukan tersebut diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat jerami) dan atau Probiotik
3. Diatas tumpukan pertama diberi lagi jerami dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm serta diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat jerami) dan atau Probiotik
4. Perlakuan yang sama dilakukan sampai terbentuk beberapa tumpukan (tinggi minimal tumpukan adalah 1,5 meter)
5. Setelah terbentuk tumpukan yang dimaksud, dilakukan penyiraman untuk memberi kadar air tumpukan min 60% (kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba fermentor). Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung plastik atau kardus atau daun lebar
6. Biarkan terjadi proses fermentasi selama 14 hari
7. Setelah 14 hari, tumpukan dibongkar dan dikeringkan atau diangin-anginkan sampai kering sebagai stok pakan atau dapat juga langsung diberikan sebagai pakan berserat untuk ternak ruminansia

Hasil laboratorium pengujian Jerami Segar dan jerami Fermentasi
Hasil Analisa Jerami Segar Jerami Fermentasi
Air 59.16 10,17
Abu 24,5 19,87
Protein Kasar 4,3 9,03
Lemak 2,5 1,52
Serat Kasar 33,8 31,8

Diuji oleh : Fakultas Teknologi Pertanian UGM – Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
Sumber : LHM – Research Station, Makalah Pelatihan Integrated Farming System


Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit dapat dijadikan sebagai pakan berserat ternak ruminansia dengan cara dichopper (dicacah) terlebih dahulu dan dilayukan selama satu malam

Lumpur Sawit
Lumpur hasil agroindustri pengolahan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai pengganti bekatul sampai 80% dengan cara melakukan pengeringan lumpur sawit dan digiling menjadi tepung

Serat Sawit

Serat buah kelapa sawit dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan berserat dengan cara difermentasi. Proses fermentasi serat sawit sama dengan proses fermentasi jerami padi sebagai berikut :

Proses Fermentasi Serat Sawit :
1. Serat Sawit ditumpuk dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm pada sebuah wadah dari kayu dengan dinding papan yang tidak rapat (untuk sirkulasi udara) pada lokasi ternaungi
2. Diatas tumpukan tersebut diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat serat sawit), lumpur hasil samping agroindustri kelapa sawit sebanyak 5% dari total serat sawit dan atau Probiotik
3. Diatas tumpukan pertama diberi lagi serat sawit dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm serta diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat serat sawit), lumpur hasil samping agroindustri kelapa sawit sebanyak 5% dari total serat sawit dan atau Probiotik
4. Perlakuan yang sama dilakukan sampai terbentuk beberapa tumpukan (tinggi minimal tumpukan adalah 1,5 meter)
5. Setelah terbentuk tumpukan yang dimaksud, dilakukan penyiraman untuk memberi kadar air tumpukan min 60% (kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba fermentor) Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung plastik atau kardus atau daun lebar
6. Biarkan terjadi proses fermentasi selama 14 – 21 hari
7. Setelah 14 – 21 hari, tumpukan dibongkar dan dikeringkan atau diangin-anginkan sampai kering sebagai stok pakan atau dapat juga langsung diberikan sebagai pakan berserat untuk ternak ruminansia

FERMENTASI KULIT BUAH COKELAT
Tanaman Cacao (cokelat) akan menghasilkan :
1. Biji Cokelat
2. Kulit Biji Cokelat
3. Kulit Buah Cokelat (cacao pod)
Teknik fermentasi kulit buah cacao adalah :
1. Kulit buah kakao (cacao pod) segar (kadar air ± 85 %) diturunkan kadar airnya sampai ± 70% dengan cara dikeringkan sinar matahari selama 6 jam penyinaran.
2. Kulit buah kakao difermentasi dengan menggunakan 3 kg Probiotik dan 6 kg Urea/ton kulit buah kakao pada lokasi ternaungi
3. Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung plastik atau kardus atau daun lebar. Biarkan terjadi fermentasi selama 14 hari
4. Setelah 14 hari lakukan pembongkaran tumpukan, dikeringkan dan digiling dengan lobang saringan 50 mm.
Tujuan Fermentasi adalah untuk menaikan daya cerna melalui menyederhakan ikatan struktur kompleks pada kulit buah cokelat, palatabilitas (nilai kesukaan ternak) dan penyerapan nutrisi kulit buah cokelat. Fermentasi juga dilakukan untuk meredam efek buruk racun theobromine dan asam fitat yang dapat menyebabkan diare dan penurunan daya serap usus pada ternak ruminansia.


Catatan :

Pada Unggas, pemberian kulit buah cokelat segar akan member efek zat anti nutrisi, yaitu theobromine (3,7 dimethylxan-tine) sebagaimana dilakukan oleh Wong et. al., 1986, menunjukkan bahwa konsumsi theobromine pada unggas ternyata mengganggu pertumbuhan, menurunkan produksi telur, terjadi lesi pada usus halus dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Diduga, menurunnya kecernaan bahan kering, protein kasar maupun energi termetabolis yang sejalan dengan kenaikan pemakaian kulit buah cokelat dalam ransum karena adanya racun theobromine tersebut.


FERMENTASI AMPAS TEBU
Proses fermentasi ampas tebu (bagassilo) memiliki prinsip yang sama dengan fermentasi jerami padi. Ampas tebu memiliki kandungan lignin yang tinggi (+ 19,7%), kandungan protein rendah (+ 2%) dan Total Digestible Nutrientnya (TDN) rendah (+ 28%) sehingga perlu dilakukan perlakuan khusus dengan tujuan :
1. Struktur lignin dapat disederhanakan sehingga bermanfaat dan dapat meningkatkan nilai tukar kation pada pakan
2. Nilai Total Digestible Nutrient (kecernaan) dan kandungan protein dapat meningkat sehingga memenuhi syarat sebagai pakan ternak ruminansia.
Keunggulan ampas tebu dibanding jerami padi adalah rendahnya kandungan silica.
Proses Fermentasi Ampas Tebu :
1. Ampas Tebu ditumpuk dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm pada sebuah wadah dari kayu dengan dinding papan yang tidak rapat (untuk sirkulasi udara) pada lokasi ternaungi
2. Diatas tumpukan tersebut diperciki tetes tebu sebanyak 4 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,6% dari ampas tebu), pupuk TSP sebanyak 0,2%, pupuk ZA sebanyak 0,2% dan atau Probiotik
3. Diatas tumpukan pertama diberi lagi ampas tebu dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm serta diperciki tetes tebu sebanyak 4 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,6% dari berat ampas tebu), pupuk TSP sebanyak 0,2%, pupuk ZA sebanyak 0,2% dan atau Probiotik
4. Perlakuan yang sama dilakukan sampai terbentuk beberapa tumpukan (tinggi minimal tumpukan adalah 1,5 meter)
5. Setelah terbentuk tumpukan yang dimaksud, dilakukan penyiraman untuk memberi kadar air tumpukan min 60% (kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba fermentor) Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung plastik atau kardus atau daun lebar
6. Biarkan terjadi proses fermentasi selama 14 – 21 hari
7. Setelah 14 – 21 hari, tumpukan dibongkar dan dikeringkan atau diangin-anginkan sampai kering sebagai stok pakan atau dapat juga langsung diberikan sebagai pakan berserat untuk ternak ruminansia

FERMENTASI PUCUK TEBU

Pucuk tebu memiliki proporsi sebesar 23% dari seluruh batang tebu. Proses fermentasi pucuk tebu (cane top) memiliki prinsip yang sama dengan fermentasi jerami padi dan ampas tebu.
Proses Fermentasi Pucuk Tebu :
1. Pucuk Tebu dipotog-potong dengan panjang 5 – 7,5 cm lalu ditumpuk dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm pada lokasi ternaungi
2. Diatas tumpukan tersebut diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat pucuk tebu) dan atau Probiotik
3. Diatas tumpukan pertama diberi lagi pucuk tebu dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm serta diperciki tetes tebu sebanyak 4 liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,6% dari berat pucuk tebu) dan atau Probiotik
4. Perlakuan yang sama dilakukan sampai terbentuk beberapa tumpukan (tinggi minimal tumpukan adalah 1,5 meter)
5. Setelah terbentuk tumpukan yang dimaksud, dilakukan penyiraman untuk memberi kadar air tumpukan min 60% (kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba fermentor) Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung plastik atau kardus atau daun lebar
6. Biarkan terjadi proses fermentasi selama 14 hari
7. Setelah 14 hari, tumpukan dibongkar dan dikeringkan atau diangin-anginkan sampai kering sebagai stok pakan atau dapat juga langsung diberikan sebagai pakan berserat untuk ternak ruminansia

FERMENTASI TONGKOL JAGUNG
Pemanfaatan tongkol jagung sampai saat ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan belum imanfaatkan secara maksimal. Tongkol jagung selain klobot (seludang luar buah jagung) dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia setelah diberi perlakuan fermentasi. Fermentasi tongkol jagung dilakukan karena memiliki kandungan lignin, sellulosa, hemisellulosa dan silika yang masih cukup tinggi.
Kandungan lignin dan silika yang tingi dapat menghambat kemampuan mikroflora dalam rumen untuk mencerna. Peningkatan kecernaan tongkol jagung dapat dilakukan dengan melaukan fermentasi dengan cara :
1. Tongkol jagung digiling sampai sebesar pipilan buah jagung
2. Dilakukan fermentasi dengan menggunakan probiotik sebanyak 15 gram/10 kg tongkol jagung
3. Kelembaban awal sebesar 60%
4. Lama proses fermentasi selama 4 – 5 hari
Tongkol jagung fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti dedak sampai 67%

KULIT SINGKONG
Kulit umbi ubi kayu/singkong dapat digunakan sebagai sumber serat kasar dan energi bagi ternak ruminansia. Caranya adalah dengan melakukan pengeringan untuk mengurangi pengaruh sianida (zat anti nutrisi pada ubi kayu), setelah kering kemudian kulit ubi kayu tersebut digiling dan dicampur dengan bahan pakan lain sebagai pakan penguat (konsentrat)

AMPAS TAHU

Merupakan hasil samping proses pembuatan tahu yang memiliki kandungan Protein Kasar mencapai 21,16% dengan kondisi bahan baku sudah dimasak sehingga memiliki kecernaan yang cukup tinggi. Hanya saja Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen yang tinggi membuatnya sulit untuk difermentasi sehingga memerlukan bantuan bahan baku lain yang memiliki kandungan air rendah sehingga mampu mencapai kadar air optimum (sebesar 60 – 70%) untuk mempercepat proses fermentasi asam lemak dan meningkatkan daya tahan sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bahan baku yang dapat digunakan untuk fermentasi adalah dedak atau onggok.

Fermentasi Ampas Tahu

1. Ampas tahu dimasukkan dalam karung plastik, lalu diinjak-injak atau dipadatkan untuk menghilangkan kadar air
Campurkan dedak atau onggok dengan perbandingan Ampas Tahu : Dedak/Onggok = 75 : 25 secara merata
2. Siapkan drum plastik dan kantong plastik yang masih baik (tidak bocor) lalu lapisi bagian dalam drum dengan kantong plastik
3. Masukkan campuran kedalam drum plastik sambil dipadatkan
4. Sisa kantong plastik diikat dengan kuat dan dipastikan bahwa tidak ada udara yang masuk kedalam drum plastik
5. Tutup rapat drum plastik, bila perlu beri pemberat diatasnya (ban dengan batu diatasnya) agar air dan udara tertekan
6. Simpan sampai 21 hari, daya penyimpanan dapat mencapai 6 bulan apabila jaminan kedap udara didalam drum plastik terpenuhi
7. Aplikasi pemberian pada ternak, sebaiknya ditambah dengan mineral, karena ampas tahu mengandung Kalsium dan Phosphor yang rendah

AMPAS BIR

Merupakan hasil samping proses pembuatan bir yang berasal dari gandum. Sama seperti ampas tahun ampas bir memiliki kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen yang tinggi membuatnya sulit untuk difermentasi sehingga memerlukan bantuan bahan baku lain yang memiliki kandungan air rendah sehingga mampu mencapai kadar air optimum (sebesar 60 – 70%) untuk mempercepat proses fermentasi asam lemak dan meningkatkan daya tahan sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bahan baku yang dapat digunakan untuk fermentasi adalah dedak atau onggok.

Fermentasi Ampas Bir
1. Ampas bir dimasukkan dalam karung plastik, lalu diinjak-injak atau dipadatkan untuk menghilangkan kadar air
2. Campurkan dedak atau onggok dengan perbandingan Ampas Bir : Dedak/Onggok = 75 : 25 secara merata
3. Siapkan drum plastik dan kantong plastik yang masih baik (tidak bocor) lalu lapisi bagian dalam drum dengan kantong plastik
4. Masukkan campuran kedalam drum plastik sambil dipadatkan
5. Sisa kantong plastik diikat dengan kuat dan dipastikan bahwa tidak ada udara yang masuk kedalam drum plastik
6. Tutup rapat drum plastik, bila perlu beri pemberat diatasnya (ban dengan batu diatasnya) agar air dan udara tertekan
7. Simpan sampai 21 hari, daya penyimpanan dapat mencapai 6 bulan apabila jaminan kedap udara didalam drum plastik terpenuhi

Silase
Dr. Wayne K. Coblentz, seorang assistant professor dari University of Arkansas melalui jurnal ilmiahnya menyatakan bahwa silase adalah suatu produk yang dihasilkan dari pemanenan tanaman makanan ternak/hijauan pada kadar air (moisture content) yang tinggi (lebih besar dari 50%) kemudian hasil panen tersebut difermentasikan dalam lubang, menara (tower), parit (trench), atau plastik silo. Idealnya, proses ini harus terjadi tanpa kehadiran oksigen (total absence of oxygen). Proses fermentasi dalam pembuatan silase dibantu oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob/hampa udara (air tight) yang mengubah karbohidrat atau gula tanaman (plant sugars) menjadi asam laktat oleh Lactobacillus Sp. Silase dapat menekan proses aktivitas bakteri pembusuk yang akan menurunkan mutu hijauan sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengetahuan tentang fermentasi hijauan dengan mengunakan silase diperkirakan telah berusia lebih dari 3000 tahun. Beberapa silo (tempat pembuatan silase) telah ditemukan pada reruntuhan Chartage yang mengindikasikan bahwa silase telah dibuat di sana sekira 1200 tahun sebelum masehi. Tercatat pula bahwa bangsa Jerman pada abad pertama telah menyimpan hijauan makanan ternak dalam lubang di tanah. Pada pertengahan abad ke-19, silase rumput dan gula bit telah menyebar ke Eropa (Siefers, 2000).
Hijauan yang melebihi kebutuhan dan melimpah di musim hujan jika dibiarkan di udara terbuka akan terjadi penurunan nilai gizi yang disebabkan mikroorganisme aerob. Oleh karena itu, hijauan perlu diawetkan dengan pembuatan silase. Hijauan seperti batang dan daun jagung (Zea mays) sudah dipakai meluas sebagai bahan pembuatan silase. Hijauan terbaik yang telah diperoleh tersebut harus dipotong atau dicacah terlebih dahulu sebelum pembuatan silase dengan maksud untuk meningkatkan volume dan mempercepat proses fermentasi. Setelah itu, hijauan harus segera dimasukan kedalam silo dengan kepadatan tinggi kemudian ditutup dengan cepat untuk mencegah masuknya oksigen. Di dalam silo inilah hijauan akan difermentasi atau diawetkan sampai tiba saat diberikan pada ternak.
Pembuatan silase memang sederhana, namun jika dilihat dari aspek teknologi maka di dalam pembuatan silase ini terdapat proses fermentasi dan proses-proses lain yang sangat kompleks dimana melibatkan faktor mikrobiologi, kimia, dan fisik. Proses pembuatan silase dinamakan ensilase. Prinsip dasarnya adalah fermentasi dalam kondisi asam dan anaerob. Dua kondisi tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam pembuatan silase. Beberapa aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan silase antara lain kandungan oksigen dalam silo, kandungan gula dan air pada bahan, dan temperatur. Penghilangan oksigen ini sangat penting karena menurut Dr. Wayne K. Coblentz, sel tumbuhan tidak langsung mati pada saat pemanenan, namun sel tersebut terus bernapas. Apabila oksigen masih terdapat pada silo, maka gula (plant sugars) akan teroksidasi (oxidized) dan hal ini sangat merugikan karena gula sangat esensial dalam fermentasi sehingga oksidasi ini harus dicegah dengan cara pengeluaran oksigen. Oksidasi gula tanaman pun akan menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara tidak langsung akan meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah bagi ternak. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam silo harus dibatasi sehingga tercipta kondisi anaerob. Gula pada hijauan berguna sebagai substrat primer (primary substrate) bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menurunkan pH atau derajat keasaman (acidity) pada silase sehingga silase akan stabil dan awet pada waktu yang lama. Apabila kandungan gula pada bahan ini rendah, maka fermentasi tidak akan berjalan sempurna. Hal tersebut dikarenakan ketidakhadiran bakteri penghasil asam laktat. Fermentasi akan berlangsung secara maksimal pada saat gula tersebut difermentasi oleh bakteri penghasil asam laktat. Pembuatan silase dalam skala besar dengan jumlah yang sangat banyak, harus dilakukan pemilihan hijauan/bahan yang memiliki kandungan gula tinggi. Jika kandungan gula pada hijauan kurang, maka perlu dilakukan penambahan zat aditif untuk sumber substrat (substrate sources) bagi bakteri penghasil asam laktat. Aditif yang digunakan tentu harus merupakan bahan yang mengandung gula yang salah satunya adalah molases (produk sampingan dari ekstraksi gula yang berasal dari tumbuhan). Bahan aditif lainnya bagi silase biasanya berupa bakteri inokulan (bacterial inoculants) dan enzim. David K. Combs, dari University Wisconsin-Madison menggolongkan bakteri inokulan silase menjadi dua, yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif. Bakteri homofermentatif merupakan bakteri yang umum dalam menghasilkan asam laktat, contohnya adalah Lactobacillus plantarum, L. Acidophilus, Pediococcus cerevisiae, P. Acidilactici dan Enterococcus faecium. Organisme ini telah menunjukan kemampuannya dalam menurunkan pH selama proses fermentasi, mengurangi tingkat kehilangan bahan kering (dry matter) silase, sehingga performans ternak dapat meningkat. Namun, silase yang difermentasi dengan bakteri homofermentatif ini kurang stabil ketika diekspos ke udara karena asam laktat yang dproduksi oleh bakteri homofermentatif ini dapat dimetabolis dengan cepat oleh beberapa spesies ragi (yeast) dan jamur (mold).
Bakteri heterofermentatif dapat menghasilkan asam laktat dan asetat dalam proses fermentasi, contohnya adalah Lactobacillus buchneri. Bakteri heterofermentatif ini dapat mengurangi pertumbuhan ragi dan silase akan terlindung oleh suhu yang tinggi saat diekspos ke udara. Keuntungan ekonomis dari penggunaan Lactobacillus buchneri sebagai inokulan bergantung pada jumlah hijauan yang dapat disimpan dengan mengurangi penyusutan (losses) yang diasosiasikan dengan ketidaksatabilan aerob. Kandungan air pada bahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Kandungan air yang optimal pada bahan dalam keadaan segar berkisar antara 60-70% atau 65%. Dalam persentase air sebanyak itu akan sangat mendukung dalam proses fermentasi dan penghilangan oksigen pada silo saat pengemasan. Persentase kandungan air yang terlalu tinggi pada bahan akan menyebabkan tingginya konsentrasi asam butirat (butiryc acid) dan amonia, silase seperti ini akan memiliki keasaman yang kurang (pH tinggi). Hal tersebut akan menyebabkan bau yang menyengat pada silase sehingga tidak akan dikonsumsi oleh ternak. Kelebihan kandungan air pada bahan pun akan menyebabkan fermentasi clostridial yang tidak diinginkan.
Pengontrolan temperatur silase sangat penting dilakukan agar berlangsung proses fermentasi karena pengontrolan temperatur sangat mendukung dalam pembentukan asam laktat. Reaksi antar gula (sugars) dengan oksigen akan menghasilkan karbondioksida, air, dan panas (heat). Untuk mengurangi suhu yang tinggi, maka harus dilakukan pengeluaran oksigen dari silo. Temperatur silase harus dipertahankan dimana fermentasi dapat berjalan secara optimal dan pembentukan bakteri asam laktat dapat berlangsung. Apabila beberapa aspek tadi telah diperhatikan dengan baik, maka kemungkinan akan diperoleh silase dengan kualitas baik pula. Dinas Peternakan Jawa Barat memiliki standar kualitas silase yang baik dan layak untuk menjadi pakan ternak. Ada empat indikator yang digunakan dalam menilai kualitas tersebut, yaitu wangi, rasa, warna, dan sentuhan. Silase yang baik memiliki wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya dengan rasa yang manis dan terasa asam seperti youghurt. Warna kualitas silase yang baik adalah berwarna hijau kekuning-kuningan dan kering. Meskipun demikian, silase tidak akan pernah lebih baik dari hijauan aslinya karena adanya sejumlah tertentu zat makanan akan hilang selama proses fermentasi yang berjalan tidak sempurna. Silase pun bersifat slighty laxative atau bersifat pencahar yang dapat disebabkan bahan aditif seperti molases dengan kandungan kalium tinggi sehingga pemberian silase sebaiknya dicampur dengan hijauan kering (dry roughage) non-legum yang bersifat constipaty.




Parameter Kualitas Silase yang baik dan layak sebagai pakan ternak

Pengeringan Tanaman Pakan Ternak

Hay adalah pengawetan hijauan pakan ternak (misalnya : rumput gajah, rumput raja, batang dan daun jagung) yang sengaja dipotong dan dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering sehingga hijauan memiliki kadar air 10 – 15%. Pembuatan hay tanaman pakan ternak dapat dilakukan dengan cara memotong atau mencincang tanaman (cincangan halus terutama dilakukan pada bagian batang) dan selanjutnya dijemur pada hamparan lokasi yang memiliki intensitas penyinaran yang baik atau pada alat pengering.
Untuk proses pembuatan hay melalui penjemuran dilakukan pembalikan agar pengeringan bahan dapat berlangsung secara merata. Pada waktu sore hari atau menjelang turun hujan, bahan dikumpulkan dan ditumpuk serta ditutup dengan terpal plastik. Hal ini dilakukan untuk melindungi bahan dari embun yang turun dimalam hari dan atau air hujan. Pada keesokan harinya tumpukan kembali dijemur disertai pembalikan untuk meratakan proses pengeringan. Pencapaian kadar air sebesar 10 – 15% biasanya memerlukan waktu 3 – 5 hari atau setelah tidak terjadi penurunan berat bahan saat penimbangan. Selanjutnya dilakukan pengemasan dengan cara memasukkan bahan kedalam wadah untuk memudahkan penyimpanan. Lokasi penyimpanan sebaiknya merupakan lokasi yang bersih dan kering serta terhindar dari air hujan. Susunan wadah penyimpanan yang rapi dan diberi jarak antar tumpukan sehingga akan memudahkan pengambilan dan jumlah hay yang disimpan akan lebih banyak.
Pemberian hay dapat dilakukan langsung pada ternak tanpa perlakuan apapun. Hay dapat diberikan sebagai pakan tunggal untuk ternak. Kebanyakan ternak ruminansia memiliki tingkat kesukaan yang tinggi, karena hay yang diproses dengan baik memiliki bau seperti daun dan batang jagung segar dan rasanya manis. Bila ternak belum mau, maka pemberian dapat dilakukan sedikit demi sedikit sampai ternak memiliki tingkat kesukaan yang baik. Satu kilogram hay setara dengan tujuh kilogram tanaman pakan ternak segar.


DAFTAR ISTILAH LAIN
Angka Manfaat: angka persentasi yang menunjukkan perbandingan antara energi netto dengan energi zat-zat makanan yang dapat dicerna dari bahan makanan yang bersangkutan.
Abu: Zat-zat mineral yang ditentukan dengan membakar makanan (zat organik).
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN): Bagian dari bahan makanan yang mengandung karbohidrat, gula dan pati.
Bahan Kering (BK): Berat konstan bahan makakan setelah dihilangkan kandungan airnya dengan pemanasan 105 derajat celcius.
Daya Cerna: Persentase makanan yang dimakan dibanding denagn yang dikeluarkan sebagai faeces/tinja.
Energi Bruto: Semua panas yang bebas pada pembakaran, panas ini dihasilkan dari suatu makanan yang seluruhnya dibakar sehingga menghasilkan zat-zat terakhir seperti CO2, H2O, dan gas lain.
Energi Dapat Dicerna (Digestible Energy): Nilai energi bruto bahan makanan dikurangi zat-zat yang tidak dapat dicerna (energi dalam faeces).
Energi Netto: Energi tersedia dikurang energi thermis.
Energi Thermis: Energi yang dipergunakan untuk pengunyahan dan proses pencernaan.
Imbangan Protein (IP): Imbangan antara protein yang dapat dicerna dengan zat-zat makanan lainnya yang dapat dicerna dalam ransum.
Kalori (cal): Jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram/ 1 kg air dari 14.5 derajat celcius menjadi 15.5 derajat celcius.
Makanan Penguat (konsentrat): Bahan makanan yang tinggi kadar zat-zat makanan seperti protein atau karbohidrat dan rendahnya kadar serat kasar (dibawah 18%)
Martabat Pati (MP): Angka yang menunjukkan jumlah pati (dalam satuan kg) yang sama besar dayanya dengan 100kg bahan makanan/ransum dalam membentuk lemak yang sama banyaknya dalam tubuh.
Metabolisme Energi (ME): Nilai energi yang terhimpun pada zat-zat yang dapat dicerna dikurangi nilai energi yang keluar sebagai air kencing (urine) dan gas-gas usus.
Protein: Bagian bahan makanan yang mengandung persenyawaan nitrogen yang disusun oleh asam-asam amino esensial dan non-esensial.
Protein Dapat Dicerna (Pdd): Bagian protein dalam bahan makanan ternak yang dapat dicerna atau diserap dalam tubuh.
Ransum: Campuran dari berbagai macam bahan makanan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak baik dalam jumlah maupun kualitasnya.
Serat Kasar: Bagian dari bahan makanan yang sulit dicerna.
Total Digestible Nutrient (TDN): Semua zat makanan (yang terkandung dalam bahan makanan yang dapat dicerna, seperti protein, karbohidrat, serat kasar dan lemak.
Zat Makanan: Zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk kelangsungan hidup tumbuh dan berproduksi, merupakan salah satu dari berbagai hasil akhir pencernaan.
REFERENSI

Balai Informasi Pertanian – Ungaran. Bahan Makanan Penguat (Konsentrat). Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1984 – 1985

LHM – Research Station – Makalah Pelatihan Integrated Farming System. Lembah Hijau Multifarm – Solo – Jawa Tengah – Indonesia

Majalah TROBOS. Edisi Juli 2008

Rukmantoro S., Budi I., Amirudin, Hera H., Nakatani M., 2002. Produksi dan Pemanfaatan Hijauan. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia. Untuk Peternak. JICA – Dairy Improvement Project. Direktorat Jenderal ina Produksi Peternakan – Departemen pertanian RI, Dinas Peternakan Jawa Barat dan Japan International Cooperation Agency

Saishi Sailage. 1998. 10,1 Dairyman Japan

Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta

Sumber : http://ekabees.blogspot.com/2010/04/pemanfaatan-hasil-samping-usaha-dan.html